Bangga Bayar Pajak | Pajak Menyatukan Hati Membangun Negeri | Visi : Menghimpun Penerimaan Pajak Negara dengan Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak melalui Optimalisasi Pelayanan dan Penyuluhan | Misi : Menjalankan Tugas dan Fungsi dengan Menerapkan Undang-Undang Perpajakan Demi Kemakmuran Rakyat

Selasa, 04 Desember 2012

Anak Kecil Itu Menafkahi Keluarga

Oleh EF. Budi Utomo, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Anak kecil itu menafkahi keluarga besarnya. Keluarga yang sangat besar. Kedua orang tuanya, kakek neneknya, Kakak dan adiknya, Paman dan bibinya, serta keponakan dan saudaranya semua. Anak kecil itu harus menghidupi mereka semua. Memang kedua orang tuanya dan juga kakak adiknya juga bekerja untuk memperoleh penghasilan. Namun tetap saja anak kecil itu yang menjadi tumpuan dengan penghasilan lebih dari 70% penghasilan total keluarga itu. Memang sudah menjadi takdir, bahwa anak kecil itu yang bertugas mencari nafkah untuk menghidupi keluarga. Andaikan anak kecil tersebut tidak mencari nafkah, niscaya keluarga itu tidak akan bertahan hidup lama. Sebuah amanah besar yang harus dipikul seorang anak kecil.

Anak kecil itu dibiarkan bekerja sendiri dengan tenaga sendiri dan relasi kerja yang dimiliki sendiri. Tidak semua anggota keluarga bersedia membantu, walaupun sekedar memberikan informasi/data dimana pekerjaan yang banyak menghasilkan uang. Kakek neneknya, pamannya, bibinya, keponakanya dan kakak adiknya enggan memberikan informasi dan data, padahal mereka semua memiliki data dan informasi tersebut. Anak kecil itu sering merasa kesulitan untuk memperoleh informasi ataupun data. Sehingga hal ini berpengaruh pada produktivitas anak kecil tersebut. Susah payah dan banting tulang mengumpulkan pundi pundi uang. Hanya sedikit anggota keluarga ataupun Saudarnya yang bersedia membantu. Kondisi yang demikian sering menyebabkan pendapatan anak kecil itu tidak maksimal. Tidak sesuai target yang dibebankan dipundaknya.

Kalau penghasilanya tidak memenuhi target yang dibebankan, otomatis konsekuensi harus diterima anak kecil itu. Luapan kemarahan harus rela diterima. Sesuatu yang rasanya tidak adil. Saudaranya hanya tahu bahwa mereka harus dijatah uang sejumlah sekian untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. Kalau kurang, otomastis kesalahan harus ditimpakan pada anak kecil itu. Pada sisi lain, acapkali orang tuanya, kakek neneknya, kakak adiknya, paman bibinya ataupun keponakannya tidak berhemat dalam membelanjakan uang tersebut. Uang yang dikumpulkan dengan susah payah dibelanjakan secara tidak efisien. Bahkan tidak jarang dibelanjakan sesuatu yang tidak pada tempatnya. Kalupun diingatkan, justru kemarahan dan omelan yang diterima.

Anak kecil itu hanya bisa menerima dengan iklhas. Anak kecil itu menyadari dan memahami bahwa Anggota keluarga yang melontarkan omelan dan cacian tersebut pada dasarnya karena alasan kecintaan pada keluarga ini. Bagaimana membangun keluarga ini secara bermartabat sehingga meningkat kesejahteraannya. Alasan yang sama dengan anak kecil itu, bahwa dia menerima iklhas beban pekejaan itu karena kecintaan pada keluarga.

Tugas anak kecil itu memang berat,tapi itulah amanah yang harus ditunaikan. Anak kecil itulah Direktorat Jenderal Pajak. Dengan biaya operasional sebesar 5 Triliun rupiah, Direktorat Jenderal Pajak harus mampu menghimpun penerimaan pajak sebesar Rp.885 Triliun. Rasio biaya operasional dengan pendapatan yang diperoleh sebesar 0.5 %. Padahal cost of collection beberapa negara  mencapai  3% sebagaimana yang pernah diungkapkan Dirjen Pajak bapak Fuad Rahmany.

Jumlah pegawai pajak saat ini sekitar 32 ribu orang. Secara sederhana dapat dihitung bahwa setiap pegawai pajak berkontribusi sebesar Rp 27 Milyar terhadap penerimaan negara. Pada sisi lainnya setiap pegawai pajak menghabiskan biaya sekitar Rp 150 juta untuk biaya operasional pemungutan pajak. Angka diatas hanyalah perhitungan sederhana. Ilustrasi yang menggambarkan bahwa pegawai pajak memiliki efisiensi dan produktivitas yang baik.

Penerimaan pajak beberapa tahun terakhir menunjukkan kenaikan yang signifikan. Pertumbuhan rata-rata penerimaan pajak selama kurun waktu 2005-2010 tercatat sebesar 16,05%. Sementara pencapaian di 2011 bertumbuh sebesar 18,27% (lebih besar dari rata-rata 2005-2010). Bahkan pertumbuhan penerimaan pajak Semester 1-2012 mencapai angka 19,48% (pertumbuhan tertinggi sejak 2005).  Diharapkan penerimaan 2012 mencapai target. Realisasi di semester 1 telah mencapai 45%, sementara tingkat penerimaan pajak akan relatif naik di semester 2 berdasarkan pola penerimaan pajak selama 10 tahun ini.

Namun demikian pendapatan negara masih jauh dari mencukupi untuk kebutuhan belanja. Seriap tahun terjadi defisit anggaran. Tahun 2012 ini diperkirakan defisit anggaran sebesar Rp 190 Triliun. Darimana uang untuk menutup defisit tersebut, secara sederhana hanya dengan dua cara yaitu menaikkan pendapatan atau mengurangi belanja negara. Alternatif lainnya adalah menutup belanja dengan  uang pinjaman. Itu langkah yang diambil pemerintah saat ini.

Pos penerimaan juga digenjot untuk menutuf defisit. Pendapatan negara bersumber pada penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak. Meningkatkan penerimaan dari pos pendapatan pajak menjadi pilihan pemerintah saat ini. Direktorat Jenderal Pajak dengan segala sumber daya yang ada dituntut untuk menopang kebutuhan belanja negara. Direktorat jenderal pajak akan mampu menutupi beban belanja negara bilamana dilakukan dua langkah besar. Pertama adalah penguatan Direktorat Jenderal Pajak secara kelembagaan dan yang kedua adalah Peningkatan kapasitas sumber daya organisasi.
Pertama adalah Penguatan secara kelembagaan. Saat ini Direktorat Jenderal Pajak berada dibawah Kementerian Keuangan. Direktorat Jenderal Pajak dipimpin seorang pejabat eselon I dibawah Menteri Keuangan. Direktorat Jenderal Pajak membawahi lebih dari 500 Kantor yang terdiri atas kantor wilayah,Kantor Pelayanan, Kantor Penyuluhan maupun Kantor lainnya. Jumlah pegawai terbesar di Kementerian keuangan. Perlu dikaji lebih jauh terkait pemberdayaan organisasi Direktorat Jenderal Pajak dengan meningkatkan status dan kedudukan unit kerja ini. Apakah setingkat dengan Kementerian atau badan khusus yang bertanggung jawab secara langsung kepada presiden.

Penguatan kelembagaan ini akan memudahkan Direktorat Jenderal Pajak dalam upaya optimalisasi penerimaan pajak. Upaya Ekstensifikasi dan Intensifikasi berjalan lebih maksimal. Contoh sederhana adalah pemanfaatn data pihak ketiga. Selama ini data wajib pajak tidak dimiliki. Padahal Undang Undang 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sudah mengatur dengan jelas dipasal 35 dan 35A. Pasal 35A ayat 1 berbunyi: Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).

Langkah kedua adalah peningkatan kapasitas sumber daya. Sumber daya yang utama saat ini adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Hampir semua kantor pelayanan pajak saat ini kekurangan jumlah pegawai. Direktorat Jenderal Pajak memiliki 32 ribu pegawai, dimana kebutuhan yang ideal adalah sekitar 60 ribu pegawai. Jumlah SDM masih jauh dari ideal. Untuk itu perlu dilakukan langkah nyata untuk peningkatan kapasitas sumber daya meliputi penambahan jumlah pegawai dan peningkatan kualitas pegawai. Langkah ini tentu akan menambah biaya operasional. Cost of collection akan meningkat tajam, namun tidak akan lebih dari 1.5%. Masih rendah dibandingkan beberapa negara tetangga.

Dua langkah tersebut setidaknya akan membuat Direktorat Jenderal Pajak tumbuh dari anak kecil menjadi pria dewasa. Pria dewasa yang mampu menjadi tulang punggung dalam mencukupi kebutuhan hidup keluarga.

Sumber : www.pajak.go.id

1 komentar:

  1. anak kecil itu sudah dewasa seumur negara ini!!!!
    anak kecil itu tidak sendirian karena selain pajak masih ada retribusi dan PNBP....

    dramatisir banget...

    BalasHapus