Anak kecil itu menafkahi keluarga besarnya. Keluarga yang sangat
besar. Kedua orang tuanya, kakek neneknya, Kakak dan adiknya, Paman dan
bibinya, serta keponakan dan saudaranya semua. Anak kecil itu harus
menghidupi mereka semua. Memang kedua orang tuanya dan juga kakak
adiknya juga bekerja untuk memperoleh penghasilan. Namun tetap saja anak
kecil itu yang menjadi tumpuan dengan penghasilan lebih dari 70%
penghasilan total keluarga itu. Memang sudah menjadi takdir, bahwa anak
kecil itu yang bertugas mencari nafkah untuk menghidupi keluarga.
Andaikan anak kecil tersebut tidak mencari nafkah, niscaya keluarga itu
tidak akan bertahan hidup lama. Sebuah amanah besar yang harus dipikul
seorang anak kecil.
Anak kecil itu dibiarkan bekerja sendiri dengan tenaga sendiri dan
relasi kerja yang dimiliki sendiri. Tidak semua anggota keluarga
bersedia membantu, walaupun sekedar memberikan informasi/data dimana
pekerjaan yang banyak menghasilkan uang. Kakek neneknya, pamannya,
bibinya, keponakanya dan kakak adiknya enggan memberikan informasi dan
data, padahal mereka semua memiliki data dan informasi tersebut. Anak
kecil itu sering merasa kesulitan untuk memperoleh informasi ataupun
data. Sehingga hal ini berpengaruh pada produktivitas anak kecil
tersebut. Susah payah dan banting tulang mengumpulkan pundi pundi uang.
Hanya sedikit anggota keluarga ataupun Saudarnya yang bersedia membantu.
Kondisi yang demikian sering menyebabkan pendapatan anak kecil itu
tidak maksimal. Tidak sesuai target yang dibebankan dipundaknya.
Kalau penghasilanya tidak memenuhi target yang dibebankan, otomatis
konsekuensi harus diterima anak kecil itu. Luapan kemarahan harus rela
diterima. Sesuatu yang rasanya tidak adil. Saudaranya hanya tahu bahwa
mereka harus dijatah uang sejumlah sekian untuk mencukupi kebutuhan
hidup mereka. Kalau kurang, otomastis kesalahan harus ditimpakan pada
anak kecil itu. Pada sisi lain, acapkali orang tuanya, kakek neneknya,
kakak adiknya, paman bibinya ataupun keponakannya tidak berhemat dalam
membelanjakan uang tersebut. Uang yang dikumpulkan dengan susah payah
dibelanjakan secara tidak efisien. Bahkan tidak jarang dibelanjakan
sesuatu yang tidak pada tempatnya. Kalupun diingatkan, justru kemarahan
dan omelan yang diterima.
Anak kecil itu hanya bisa menerima dengan iklhas. Anak kecil itu
menyadari dan memahami bahwa Anggota keluarga yang melontarkan omelan
dan cacian tersebut pada dasarnya karena alasan kecintaan pada keluarga
ini. Bagaimana membangun keluarga ini secara bermartabat sehingga
meningkat kesejahteraannya. Alasan yang sama dengan anak kecil itu,
bahwa dia menerima iklhas beban pekejaan itu karena kecintaan pada
keluarga.
Tugas anak kecil itu memang berat,tapi itulah amanah yang harus
ditunaikan. Anak kecil itulah Direktorat Jenderal Pajak. Dengan biaya
operasional sebesar 5 Triliun rupiah, Direktorat Jenderal Pajak harus
mampu menghimpun penerimaan pajak sebesar Rp.885 Triliun. Rasio biaya
operasional dengan pendapatan yang diperoleh sebesar 0.5 %. Padahal cost of collection beberapa negara mencapai 3% sebagaimana yang pernah diungkapkan Dirjen Pajak bapak Fuad Rahmany.
Jumlah pegawai pajak saat ini sekitar 32 ribu orang. Secara sederhana
dapat dihitung bahwa setiap pegawai pajak berkontribusi sebesar Rp 27
Milyar terhadap penerimaan negara. Pada sisi lainnya setiap pegawai
pajak menghabiskan biaya sekitar Rp 150 juta untuk biaya operasional
pemungutan pajak. Angka diatas hanyalah perhitungan sederhana. Ilustrasi
yang menggambarkan bahwa pegawai pajak memiliki efisiensi dan
produktivitas yang baik.
Penerimaan pajak beberapa tahun terakhir menunjukkan kenaikan yang
signifikan. Pertumbuhan rata-rata penerimaan pajak selama kurun waktu
2005-2010 tercatat sebesar 16,05%. Sementara pencapaian di 2011
bertumbuh sebesar 18,27% (lebih besar dari rata-rata 2005-2010). Bahkan
pertumbuhan penerimaan pajak Semester 1-2012 mencapai angka 19,48%
(pertumbuhan tertinggi sejak 2005). Diharapkan penerimaan 2012 mencapai
target. Realisasi di semester 1 telah mencapai 45%, sementara tingkat
penerimaan pajak akan relatif naik di semester 2 berdasarkan pola
penerimaan pajak selama 10 tahun ini.
Namun demikian pendapatan negara masih jauh dari mencukupi untuk
kebutuhan belanja. Seriap tahun terjadi defisit anggaran. Tahun 2012 ini
diperkirakan defisit anggaran sebesar Rp 190 Triliun. Darimana uang
untuk menutup defisit tersebut, secara sederhana hanya dengan dua cara
yaitu menaikkan pendapatan atau mengurangi belanja negara. Alternatif
lainnya adalah menutup belanja dengan uang pinjaman. Itu langkah yang
diambil pemerintah saat ini.
Pos penerimaan juga digenjot untuk menutuf defisit. Pendapatan negara
bersumber pada penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak.
Meningkatkan penerimaan dari pos pendapatan pajak menjadi pilihan
pemerintah saat ini. Direktorat Jenderal Pajak dengan segala sumber daya
yang ada dituntut untuk menopang kebutuhan belanja negara. Direktorat
jenderal pajak akan mampu menutupi beban belanja negara bilamana
dilakukan dua langkah besar. Pertama adalah penguatan Direktorat
Jenderal Pajak secara kelembagaan dan yang kedua adalah Peningkatan
kapasitas sumber daya organisasi.
Pertama adalah Penguatan secara kelembagaan. Saat ini Direktorat
Jenderal Pajak berada dibawah Kementerian Keuangan. Direktorat Jenderal
Pajak dipimpin seorang pejabat eselon I dibawah Menteri Keuangan.
Direktorat Jenderal Pajak membawahi lebih dari 500 Kantor yang terdiri
atas kantor wilayah,Kantor Pelayanan, Kantor Penyuluhan maupun Kantor
lainnya. Jumlah pegawai terbesar di Kementerian keuangan. Perlu dikaji
lebih jauh terkait pemberdayaan organisasi Direktorat Jenderal Pajak
dengan meningkatkan status dan kedudukan unit kerja ini. Apakah
setingkat dengan Kementerian atau badan khusus yang bertanggung jawab
secara langsung kepada presiden.
Penguatan kelembagaan ini akan memudahkan Direktorat Jenderal Pajak
dalam upaya optimalisasi penerimaan pajak. Upaya Ekstensifikasi dan
Intensifikasi berjalan lebih maksimal. Contoh sederhana adalah
pemanfaatn data pihak ketiga. Selama ini data wajib pajak tidak
dimiliki. Padahal Undang Undang 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tatacara Perpajakan sudah mengatur dengan jelas dipasal 35 dan 35A.
Pasal 35A ayat 1 berbunyi: Setiap instansi pemerintah, lembaga,
asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang
berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).
Langkah kedua adalah peningkatan kapasitas sumber daya. Sumber daya
yang utama saat ini adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Hampir semua
kantor pelayanan pajak saat ini kekurangan jumlah pegawai. Direktorat
Jenderal Pajak memiliki 32 ribu pegawai, dimana kebutuhan yang ideal
adalah sekitar 60 ribu pegawai. Jumlah SDM masih jauh dari ideal. Untuk
itu perlu dilakukan langkah nyata untuk peningkatan kapasitas sumber
daya meliputi penambahan jumlah pegawai dan peningkatan kualitas
pegawai. Langkah ini tentu akan menambah biaya operasional. Cost of collection akan meningkat tajam, namun tidak akan lebih dari 1.5%. Masih rendah dibandingkan beberapa negara tetangga.
Dua langkah tersebut setidaknya akan membuat Direktorat Jenderal
Pajak tumbuh dari anak kecil menjadi pria dewasa. Pria dewasa yang mampu
menjadi tulang punggung dalam mencukupi kebutuhan hidup keluarga.
Sumber : www.pajak.go.id
anak kecil itu sudah dewasa seumur negara ini!!!!
BalasHapusanak kecil itu tidak sendirian karena selain pajak masih ada retribusi dan PNBP....
dramatisir banget...